Potret di atas membuatku terlena untuk kembali mengurai puzzle puzzle kehidupanku ketika pertama kali menjejakkan kaki di tanah yang menjadi saksi bisu perjuangan pahlawan Islam nasional, Pangeran Diponegoro. Inilah Yogyakarta, kota yang menjadi salah satu pusat gravitasi para pelajar di Indonesia
Saat itu aku adalah pemuda tanggung lulusan SMA yang baru saja menjadi mahasiswa baru UGM, sebuah universitas dengan reputasi dan tahta yang tinggi di negeri ini.
Itulah aku, seorang civitas akademika milenial yang penuh idealis, ambisius, dan penuh adrenalin untuk menerjang segala tantangan di depan seakan ingin merayakan supremasi kemandirian sebagai seorang mahasiswa di perantauan
Takdir membawaku ke depan pintu gerbang wisma misfalah tholabul Ilmi yang kemudian aku tahu ini adalah salah satu Wisma muslim yang dikelola oleh YPIA
Di sinilah sisi lain kehidupan mahasiswa Jogja terekspos begitu saja di hadapanku. Di bawah bangunan sederhana inilah calon-calon insinyur, dokter, dan para cendekiawan menghabiskan hari-harinya sebagai Santri
Ya benar “Santri”, mungkin itulah sebutan yang cocok dilekatkan untuk mereka, bagaimana tidak? Kamar kos-kosan anak teknik, MIPA, ekonomi dan bisnis, pertanian, ilmu budaya, kedokteran yang seharusnya dipenuhi dengan modul-modul perkuliahan yang rumit justru dipenuhi dengan kitab-kitab gundul para ulama ahlussunnah
Seketika itu juga nyaliku ciut, berbagai euforia yang gilang gemilang itu seketika redup karena mendapati fakta bahwa aku bahkan tidak bisa membaca satu kata pun di dalam kitab kitab tersebut
Beruntung tidak ada senioritas di sini, semuanya teman dan rekan seperjuangan
Tidak ada yang pernah mempermasalahkan santri baru yang tidak bisa membaca kitab, karena semuanya sedang belajar, termasuk aku yang harus terseok-seok merangkak memahami ilmu nahwu
Wisma muslim itu tidak bercerita tentang siapa yang lebih berilmu, lebih pandai, lebih banyak hafalannya, lebih banyak ibadahnya, atau siapa yang lebih lancar bacaan kitab gundulnya
Wisma muslim itu berkisah tentang para mahasiswa dari berbagai pelosok negeri ini yang ingin memancangkan dirinya di lingkungan yang baik untuk mempelajari Islam lebih dekat, Islam yang sesuai dengan Alquran dan Sunnah sesuai dengan pemahaman salafus shalih
Tahukah kamu? Di sinilah benih-benih mimpi besar itu mulai berkecambah, tumbuh perlahan hingga akhirnya bisa memberikan manfaat kepada sekitarnya.